Search This Blog

Saturday, April 23, 2016

Catatan Hati Ibunda


Judul: Catatan Hati Ibunda
Penulis: Asma Nadia, dkk
Editor: Diyan Sudihardjo, Hilda Emil
Penerbit: Asma Nadia Pusblishing
ISBN: 978-602-9055-19-1
Cetak:Pertama, September 2013
Tebal: viii + 304 hlm
Bintang: 4/5
Harga: Rp. 56.000


Dan begitu gemasnya aku, ketika mendengar alasan utama yang dipaparkan sekolah ketika meminta anakku mengundurkan diri adalah karena ia tidak normal. (Aku Percaya Padamu, Malaikat Kecilku ~ h. 98)


Kutipan di atas diambil dari ujian seorang Ibu yang diamanahi putri hiperaktif nan cerdas tapi kesulitan untuk merangkai kalimat dalam kesehariannya. Kesulitan semakin rumit ketika si kecil tidak bersedia mengikuti gurunya karena diperlukan teknik khusus 'merayunya'. Sayangnya, pihak sekolah sepertinya 'tidak ingin' dipelajari teknik baru di luar standar mereka. Mungkin istilah pasnya, gak mau ribet.


Saya jadi teringat dengan kalimat dari buku Pak Munif Chatib, "Anak kita harus memiliki dua kaki yang kuat untuk mendaki. Ketika orangtua dan guru menjadi sahabat sejati, maka mereka berdua akan menjadi kaki yang kuat untuk anaknya mendaki." Jika sekolah hanya menerapkan pembelajaran dengan standar 'anak normal', pendidikan tidak ada berkembang dan bersifat otoriter. Bersyukur akhirnya, sang Ibu tetap berjuang dan menemukan sekolah yang tetap peduli dalam mendidik anak-anak dengan keistimewaan lebih.


Aku bukan siapa-siapa, tapi aku ibu anakku. Dan aku yakin Allah menganugerahkan seorang anak istimewa karena Ia tahu aku akan berjuang.” (Aku Percaya Padamu, Malaikat Kecilku ~ h.100)


Belajar menjadi orangtua adalah pengalaman yang luar biasa. Ada rasa bahagia, antusias, takut, cemas, bahkan bingung. Ya, Bingung, seperti dalam judul Sekolah menjadi Ibu, salah satu kisah yang membuat kepala saya mengangguk-angguk. Sebenarnya, kisah ini hanya berisikan kegelisahan penulis. Sejak hamil penulis ketiban banyak saran, dari orangtua, dari teman, dari dokter, dan pusingnya, dia tidak tahu harus mengikuti yang mana.


“.... Kemudian datanglah bulan terakhir kehamilan.

Kata Mertua, aku harus minum rendaman air rumput fatimah

Kata teman, aku harus banyak minum madu supaya jalan lahirnya lancar

Kata saudara, madunya harus dicampur telur ayam kampung mentah

Kata Papa, aku harus banyak jalan spaya bayinya bisa turun ke jalan lahir

Kata Mama, lebih baik latihan mengepel di rumah

Kata dokter, aku harus banyak istirahat karena tensi yang terlalu rendah

Suami tidak berkata apa-apa. Dia sendiri pusing dengan begitu banyaknya saran (Sekolah Menjadi Ibu ~ h.64)


Situasi yang masih berlanjut setelah kelahiran, bahkan bisa jadi setelah anak tumbuh dan dewasa. Merasakan hal yang sama, bukan? Tapi kegelisahan seorang Ibu tak hanya karena faktor luar, tapi juga faktor dalam diri. Pertanyaan tentang apakah sudah benar dalam mendidik anak, dimana letak kesalahan, kenapa anak tidak bisa menurut, bermunculan di kepala. Menyusutnya rasa percaya diri dan ada ketakutan karena sudah atau mungkin akan melakukan kesalahan, sering ‘menyerang’ para Ibu. Saat kesabaran menghadapi polah anak mulai tergerus kelelahan, teriakan atau pemukulan dianggap sebagai penuntas masalah.


Tak jarang mata saya langsung memanas, ingin menangis. Selain karena emosi yang tak terlampiaskan, berbagai perasaan berkecambuk. Saya mendadak merasa seperti ibu yang tidak sabaran, ibu yang bodoh, tidak amanah terhadap titipan Allah, dan berbagai tudingan buruk lainnya. Bagaimana tidak, harusnya saya sadar bahwa Dinda masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa ia telah melakukan kesalahan. (Sesaat, Sebelum Emosi Meledak ~ h.142)


Salah satu konflik yang sering terjadi antara orangtua dan anak adalah komunikasi. Perbedaan pendapat antara orangtua dan anak sudah menjadi hal lumrah. Bahkan, ketika memiliki anak, bisa jadi mengalami perbedaan pendapat dengan ibu kita dalam mengasuh/menangani anak. Kita yang mempelajari pola asuh melalui buku/internet, seringkali bertentangan dengan ibu yang masih menerapkan pendidikan zaman dulu. Tak dipungkiri, peran teknologi menjadikan anak lebih kritis dalam menanggapi situasi. Orangtua dan sekolah bukan lagi sumber pengetahuan satu-satunya bagi anak. Maka, tidak perlu kaget, ketika suatu saat anak juga akan berbeda pendapat dengan orangtua.


Kadang berpikir, apakah aku sekadar mencari-cari alasan ketika tengah berargumen dengan anakku? Apakah sebetulnya kami sebagai orangtua, tengah melindungi kepentingan diri sendiri ketika memaksakan satu kehendak kepada anak-anak? (Demonstran! ~ h.179)


Kisah-kisah dalam buku Catatan Hati Ibunda, memperlihatkan sebagian ragam konflik batin atau lahir yang melanda keluarga. Tak hanya bercerita tentang pengalaman ibu beranak bayi/balita, tetapi juga remaja dan dewasa. Pembaca tidak akan disuguhi solusi gamblang di dalamnya, tapi pengalaman selalu menjadi pelajaran berharga, meski pengalaman tersebut datangnya dari orang lain.


Jangan berpikir bahwa ketika anak sudah tumbuh remaja/dewasa, orangtua tak perlu memusingkan perkembangannya, karena permasalahan pada setiap usia anak memiliki tingkatannya. Jadi, tidak ada yang kata berhenti belajar terutama bagi orangtua karena karakter utama dari seorang anak terbentuk dari dalam rumah (keluarga).


"Janganlah engkau berpikir tentang hasil akhir dari usahamu mendidik, tetapi bersungguh-sungguhlah dalam mendidik." (Prinsip-Prinsip Dasar Parenting, Ust. Rahmat Abdullah)
Readmore → Catatan Hati Ibunda

Friday, April 8, 2016

Kisah-kisah Al-Quran Pertamaku

Judul: Kisah-kisah Al-Quran Pertamaku 
Penulis: Saniyasnain Khan
Penerjemah: Shinta Anita
Penerbit: Muara (Imprint KPG)
ISBN: 9011206050
Cetak: Pertama, November 2012
Tebal: 319 hlm
Bintang: 3/5
Harga: Rp. -


Memperkenalkan Al-Qur'an sejak dini, seharusnya sudah menjadi barang wajib bagi muslim/ah, terutama yang telah diamanahi anak. Mulai dari membiasakan telinga anak dengan bacaan-bacaan Al-Qur'an sampai membacakan isi yang terkandung di dalamnya. Salah satu cara menyampaikan sesuatu yang disukai anak adalah bercerita, dan media yang cocok adalah buku dengan ilustrasi/gambar yang mendukung cerita. 

Salah satu cerita dan ilustrasi yang menggambarkan keMahaBesaran Allah SWT.

Sebagian besar kisah yang dituturkan dalam buku ini adalah kisah Nabi yang terkandung dalam Al Qur'an. Dari kisah Nabi Adam as, sampai kisah bapak pada Nabi yang banyak disampaikan dalam buku ini, yaitu Nabi Ibrahim as. Selain berkisah tentang nabi, ada kisah tentang Fir'aun dan Qarun yang menjadi sisi peringatan bagi orang-orang yang kerap menyombongkan diri.

Salah satu kisah tentang Nabi Ibrahim as.
Azab Qarun, tokoh yang memiliki kekayaan berlimpah tetapi sombong
Sudah pasti yang menyenangkan dari buku ini adalah ilustrasi warna-warninya yang membuat anak betah untuk berlama-lama melihat, terutama bagian yang memperlihatkan binatang. Bagian yang paling mengena untuk saya pribadi adalah bab 25 Nasihat Luqman, yang memang berisikan nasihat Luqman untuk putranya yang tercantum pada Surat al-Luqman.

Sebagian daftar isi dari buku Kisah-kisah Al-Quran Pertamaku

Readmore → Kisah-kisah Al-Quran Pertamaku
 

Sahabat si Cilik Template by Ipietoon Cute Blog Design