Search This Blog

Thursday, September 29, 2016

Bintang Keluarga

Judul: Bintang Keluarga
Judul Asli: The Bed and Breakfast Star
Penyunting: Poppy D. Chusfani
ISBN: 9789792247015
Cetak: Juni 2009
Tebal: 216 hlm
Bintang: 4/5
Harga: -


“Aku kembali menjulurkan lidah, karena muak diomeli semua orang sementara aku tidak bersalah.” (Elsa – h.68)

Elsa hidup bersama ibu dan ayah tiri, ditambah dua adik kecil yang sangat disayanginya. Kemarahan secara verbal seringkali datang kepadanya sebagai bentuk pelampiasan stres orang dewasa. Kehidupan Elsa berpindah-pindah, sampai dia menomori dan memberi penilaian tempat tidurnya setiap kali berganti tempat tinggal. Kepindahan untuk kesekiankalinya, mengantarkan Elsa dan keluarga ke Royal Hotel, tempat penampungan keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal, dan inilah tempat tidur ke tujuh Elsa.

“Tempat tidur itu berderak kemudian mengerang. Sama sekali tidak membuatku memantul. Tempat tidur itu hanya bergetar dan berhenti bergerak. Tempat tidur nomor tujuh sangat mengecewakan.” (h.45)

Ibu sangat tidak menyukai Royal Hotel karena kondisinya yang hampir tidak layak huni. “Aku benci melihat Mum sedih dan murung seperti itu. Aku berusaha melucu untuk membuatnya agak ceria” (h.80) Elsa selalu ingin membuat suasana ceria dengan leluconnya, sayangnya orang dewasa malah menganggapnya mengacau. Betapa menjengkelkan orang dewasa, tebak-tebakan Elsa hanya dianggap angin lalu.

“”Apa yang ada di kepalamu, berkeliaran, dan berteriak-teriak begitu?” dia (Mack) berteriak, bergegas melintasi ruangan. Aku bisa merasakan ini bukan saat yang tepat untuk berkata bahwa aku hanya meniru tingkah laku ayah tiriku.” (h. 73)

Mack, Ayah tiri Elsa tidak menyenangkan karena suka sekali mengeplak, tapi Elsa menyayangi kedua adik tirinya, terutama Pippa. “Mack si Keplak. Itu bukan gurauan. Dia memang suka mengeplak. Terutama mengeplakku. Seharusnya orang dilarang mengeplak anak-anak. Di banyak Negara, memukul merupakan perbuatan melanggar hukum dan jika orang memukul anak-anak, ia akan masuk bui. Aku berharap tinggal di salah satu Negara itu.” (h. 13)

Meski kesehariannya tidak menyenangkan bersama Mack, tapi Elsa anak yang enerjik dan riang. Saat kedatangannya di Royal Hotel, Elsa menemukan teman baru, Naomi, gadis yang suka duduk di atas wastafel sambil membaca buku. Selain itu, ada si Tampang-Lucu yang sebelumnya adalah musuh, tapi di kemudian hari menjadi teman karena tebakan dan lelucon Elsa.

“Sekolah itu agak bikin depresi juga. Mereka menyuruhku mengerjakan tes serta segala macam ujian dan aku tidak mampu mengerjakan sebagian besar di antaranya. Mereka menganggapku tolol. Aku menganggap diriku tolol. Aku harus mengikuti beberapa kelas ekstra untuk membantuku belajar baca-tulis dan berhitung. Anak-anak yang lain menertawaiku.” (h.111)

Salah satu yang menyenangkan ketika kepindahannya ke Royal Hotel adalah saking stresnya Mum, dia lupa menyekolahkan Elsa. Namun, suatu hari Elsa harus sekolah, hanya saja pengalaman bersekolah yang tidak menyenangkan membuatnya membolos bahkan pada hari pertama masuk kelas. “Tampang-Lucu dan hampir semua anak cowok membolos setiap hari. Aku memutuskan itulah yang akan kulakukan. Aku mungkin sadar aku cerdas, tapi sekolah ini mungkin bakal memberiku jenis tes yang salah. Aku bisa dengan mudah dikira bodoh lagi.” (h.113)

Elsa memiliki cita-cita menjadi komedian terkenal dan muncul di televisi. Keinginan yang membuatnya senang terus membaca koleksi bukunya yang berisi kumpulan lelucon. Keinginannya yang besar untuk muncul di layar televisi pernah muncul, tapi sayangnya media hanya menginginkan berita lain dan melupakannya yang berusaha mati-matian melontarkan leluconnya. Hingga suatu ketika terjadi kegemparan dan menyebabkan media berbondong-bondong mendatanginya.

Jacqueline Wilson selalu pandai mengolah cerita suram kehidupan anak (broken home, dkk) dengan mengambil sudut pandang anak. Dan itu menjadi semacam gambaran dari “suara” anak-anak tentang kesedihan yang dicerna dengan gaya eksentrik dan polos. Imajinasi juga bermain dalam kisah Elsa, terutama ketika dia mulai mengeluarkan lelucon atau ketika dia bercerita tentang keluarganya kepada teman-teman di sekolahnya untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan.

“Aku tidak panas. Aku merasa cool banget.
Aku tidak murung. Aku gembira gembira gembira.
Aku bukan kelinci. Aku Elsa dan aku mengaum seperti singa.
Hei, apa yang kaudapatkan jika mengawinsilangkan singa dengan burung nuri?
Aku juga tidak tahu, tapi jika dia berkata, “Ayo senyum”. Kau sebaiknya TERSENYUM.”
Readmore → Bintang Keluarga

Saturday, September 17, 2016

Smart Parenting with Love

Judul: Smart Parenting with Love
Penulis: Bunda Arifah
Penyunting: Krisna Somantri
Penerbit: Progressio Publishing (Lini Sygma Publishing)
ISBN: 9786029513691
Cetak: Pertama, Mei 2010
Tebal: xiv + 138 hlm
Bintang: 4/5
   

Pergaulan bebas, narkoba, tontonan tak mendidik, menjadi beberapa bagian dari banyaknya penyebab bejatnya perilaku dari para remaja di era yang katanya modern ini. Lebih menyedihkan lagi ketika media lebih menyukai mempertontonkan tingkah polah negatif remaja yang semakin tidak terkendali, daripada wacana yang memperlihatkan kepositifan demi mendidik/ menginspirasi  konsumen dari media.
 
Sebagai orangtua, terutama ibu, seringkali muncul ketakutan, apakah sudah memberikan pendidikan dan pemahaman yang baik pada anak. Melihat keganasan pergaulan yang semakin merajalela, rasanya ingin sekali 'menyimpan' anak-anak di rumah. Tapi, sedikit mengambil kutipan dari buku Guru Kecilku #2, “Maka ketika Allah menitipkan seorang anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Allah juga akan menitipkan sekian ilmu dan kemampuan kepada orangtua dalam membimbing mereka, jika orangtua tersebut mau meraihnya.” Mungkin inilah tantangannya memiliki putra/i di zaman sekarang, di mana kecanggihan pun bisa menjadi pendukung orangtua untuk lebih bersemangat mencari ilmu demi membentengi sang anak.
 
"Semua perubahan membutuhkan pembiasaan dan hati yang istiqomah. Karena dalam pelaksanaannya, berubah menjadi lebih baik banyak sekali hambatan dan tantangan." (h.  43)

Pembentukan karakter dan akhlak yang kuat untuk menyiapkan anak menghadapi kehidupan, perlu dilakukan orangtua. Caranya pun tak lagi sama seperti zaman dulu, yang mana tingkat kekritisan anak tidak setinggi dan seberani sekarang. Tidak cukup sekali dua kali untuk membimbing dan menanamkan pengertian kepada anak, butuh pembiasaan, kreativitas, dan kesabaran ektra dari orangtua.
 
Salah satu tips yang diberikan Bunda Arifah dalam buku ini, adalah berikan pemahaman pada anak ketika mereka dalam keadaan aman dan nyaman karena saat itu kondisi kerja otak anak-anak sedang maksimal. Melalui buku Smart Parenting with Love, Bunda Arifah mengajak pembaca untuk menjadi smart parent dengan pembahasan materi yang juga merujuk dari pengalamannya mendidik keempat buah hatinya.
 
Orangtua tak selalu benar karena setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, begitupun dengan penulis yang pernah salah kaprah, tapi keinginan untuk terus memperbarui ilmu, menjadikannya banyak belajar dan memperbaiki diri ketika berhadapan dengan anak. Berdiskusi adalah salah satu cara yang meletakkan orangtua dan anak pada posisi yang sama. Mendengarkan dan memahami pemikiran anak juga menjadi bahan penting dalam pertimbangan orangtua.
 
“Secepatnya mengajari mereka cara berdiskusi, berpikir, memilih, dan mengambil keputusan sendiri, agar mereka segera mengenali hal penting yang diperlukan.” (h. 22)

Cara komunikasi yang sering salah, juga perlu diperbaiki, karena seringkali cara anak berkomunikasi bercermin dari orangtuanya. Contoh dari pengalaman pribadi saya, saat melihat Miza marah, ternyata tak jauh berbeda seperti ketika saya marah. Salah satu penyebabnya karena balita menganggap cara ayah-ibunya-lah yang benar. Selain itu, teknik berbicara pada anak, dengan menurunkan tubuh setinggi anak dan memandang matanya, bisa membuat mereka merasa lebih dihargai dan fokus saat berkomunikasi.
 
“Jangan mematahkan pertanyaan anak ketika kita membacakan cerita, bahkan kita harus menstimulasi anak untuk bertanya. Ini merupakan cara melatih anak berpikir kritis dan analitis.” (h. 27)

Masalah Kemandirian juga dibahas dalam buku ini karena menjadi salah satu karakter yang dibutuhkan untuk bertahan dalam hidup. Termasuk membimbing anak untuk menerima kesedihan atau sesuatu di luar keinginannya. Hal ini dikenal dengan Adversity Quotient (AQ), kecerdasan untuk bertahan dan mengatasi setiap kesulitan hidup lewat perjuangan. Hanya saja, buku ini membahas bagian permukaannya mengenai hal tersebut dan pembaca perlu memperdalam ilmu melalui referensi buku yang digunakan penulis.
 
“Setiap manusia, tanpa terkecuali perlu merasakan lima hal dari lingkungan sekitarnya untuk dapat merasa aman dan bahagia dalam hidup, yaitu merasa dikenali, didengar, diterima, dimengerti, dan dihargai,” (h. 52) termasuk anak-anak.

Readmore → Smart Parenting with Love
 

Sahabat si Cilik Template by Ipietoon Cute Blog Design