Judul:
Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil
Penulis: Torey Hayden
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penerbit:
Qanita
ISBN: 9793269065
Cetak: Keenam, Februari 2014
Tebal: 478 hlm
Bintang: 3/5
Harga: Rp 20.000 (Beli Seken)
Baik saya mau mengakuinya atau tidak, kehidupan di kelas saya merupakan perang tanpa henti. Bukan hanya dengan anak-anak melainkan juga dengan diri saya sendiri. ~ h.85
Torey adalah seorang psikolog pendidikan yang memiliki kelas 'terapi' dengan anak-anak yang memiliki masalah berat dalam hidupnya. Saya mengajar di sebuah kelas yang, di distrik sekolah kami, memiliki julukan sayang: "kelas sampah." Saat itu merupakan tahun terakhir sebelum dimulai upaya mengklasifikasikan anak-anak khusus; tahun terakhir untuk memilah-milah semua anak yang memiliki kelainan ke dalam kelas tersendiri.... Saya mendapat delapan anak tersisa, delapan anak yang tidak masuk klasifikasi. Saya adalah perhentian terakhir sebelum mereka dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Itu adalah kelas untuk manusia buangan yang masih muda.
Sheila hadir di kelas agak terlambat, dari awal tahun ajaran. Kasusnya membakar anak kecil menjadikan dia, anak bermasalah dengan kategori berat. Perlakuan Ayahnya dan ditinggalkan di jalanan oleh ibunya menjadikan Sheila biang masalah di semua sekolah yang pernah ditempati, ditambah lagi, dia selalu kesulitan dalam mengendalikan emosi. Torey berhadapan dengan anak yang baru berusia 5 tahun tapi memiliki banyak konflik dalam dirinya.
Dia (Sheila) terbiasa memperjuangkan apa yang diinginkannya. Jika seseorang mengambil tempat dalam barisan yang telah dipilihnya, dia memukul orang itu cukup keras untuk mendapatkan kembali ~ h. 164
Akan tetapi, masalahnya lebih dari sekadar menghancurkan kertas atau bahkan bayi gerbil. Balas dendam itu benar-benar diperhitungkan dan dipendamnya lama, sering disebabkan hal-hal tidak sengaja dilakukan orang terhadapnya. ~ h. 181
Sheila terbiasa disakiti pikirannya sehingga ketika ada orang yang berlaku baik padanya, rasa curiga dan tanda tanya besar beberapa kali muncul dalam pertanyaan-pertanyaannya kepada Torey. "Kenapa kau melakukan ini?" pertanyaan yang muncul saat Torey menunjukkan kasih sayangnya atau memberikan hadiah. Proses membimbing Sheila memperbaiki karakter terasa perlahan dan penuh kesabaran, bahkan saya terkadang merasa bosan karena perubahan Sheila terasa lambat dan berputar-putar.
Kepergian Torey selama dua hari untuk konferensi pendidikan ternyata berakibat fatal. Sheila yang dikiranya sudah bisa mengendalikan emosi, ternyata kembali meluapkan kemarahannya dengan menghancurkan kelas. Rasa sakit hati Torey, yang sebelumnya menaruh kepercayaan besar kepada Sheila, membuat saya ikut merasa marah kepada Sheila. Tapi, lagi-lagi Torey harus bisa mengatasi 'perang tanpa henti' dalam dirinya.
Bagian yang agak menggoncang adalah kasus dengan Paman Jerry. Sebenarnya dari awal saya sudah memikirkan kemungkinan akan menemukan
kasus pelecehan seksual dalam buku Sheila, tapi saya tidak menyangka
akan semengerikan itu. Saya syok. Butuh jeda untuk bisa melanjutkan membaca memoar Sheila ini. #ngelusdada
Catatan Torey Hayden dalam menangani murid-muridnya, terutama Sheila, sangat menarik. Torey selalu jujur dengan setiap anak didiknya, dia menyampaikan apa yang dirasakannya dan tak canggung menjawab, tidak tahu. Mengedepankan diskusi meski mereka baru berusia 5-6 tahun, dan memancing anak didiknya untuk mencari solusi dari masalah yang terjadi. Satu lagi yang disoroti dalam buku ini, Torey tidak menampilkan dirinya sebagai orang yang sempurna, tapi seorang pembelajar yang tak segan belajar dari anak didiknya.
1 comments:
Guru yang hebat, kasihan itu bocah walaupun galak
Post a Comment